Searching...
Kamis, November 1

Bisnis Modal Dengkul

Sekitar 10 atau 15 tahun yang lalu, saya pernah membolak-balik buku “Modal Dengkul” yang entah karangan siapa. Saya tidak begitu peduli dengan nama pengarangnya, tetapi sangat serius dalam berupaya memahami gagasan-gagasannya untuk membangun usaha tanpa modal kerja alias Modal Dengkul.
Salah satu bisnis yang ia deskripsikan  adalah menjadi pedagang eceran skala besar, yaitu dengan menyewa sebuah ruang representatif dengan cara pembayaran di belakang dan barang yang dijualnya berupa barang-barang konsinyasi. Untuk merintis bisnis itu ia juga menyampaikan bahwa mendapat tempat yang bias dibayar belakangan dan mengumpulkan barang-barang konsinyasi bukanlah persoalan yang mudah, selain perlu style yang meyakinkan, juga perlu kerja keras dan pantang menyerah dalam menjalin rekanan.
Saya kemudian mempraktekannya dengan mencoba jadi pemasok sebuah toko pakaian di Cihampelas Bandung. Toko dan daerahnya saya nilai representatif karena Cihampelas adalah salah satu daerah tujuan wisata yang sangat diminati di Kota Bandung. Sebagai pemasokpun saya tidak membeli barang sendiri, tetapi mengumpulkan barang dari beberapa supplier kecil yang tidak memiliki akses ke toko besar atau barang-barang SL dari perusahaan besar. Dengan gaji SPG dibayar berdasarkan hasil transaksi, maka praktis saya juga berhasil membangun usaha tanpa modal.
Rincian kasar rata-ratanya, saya menjualkan barang milik supplier dengan fee 40%, membayar toko 20% dan SPG 5% dari nilai transaksi. Maka saya mendapat keuntungan kotor 15% tanpa keluar modal. Namun keuntungan 15% itu ternyata terlalu kecil dibandingkan dengan biaya operasional saya yang harus kesana-kemari mencari barang dan mengunjungi toko untuk menyemangati tenaga penjual saya.
Berdasar situasi itu, saya mengetahui bahwa yang harus saya lakukan adalah meningkatkan omset dengan menambah variasi barang yang akan dijual. Namun pada akhirnya saya menutup toko itu setelah 6 bulan operasi, karena pekerjaan utama saya pindah ke Jakarta. Pelajaran yang dapat saya petik dari pengalaman itu adalah “usaha modal dengkul memang mungkin dilakukan tetapi tidak benar-benar tanpa biaya dan harus bermodal memiliki relasi”.
Pada perjalanan selanjutnya, saya mempelajari sistem perdagangan di pasar tradisional melalui salah satu kios milik salah seorang kawan di pasar. Pada awal-awal toko dibuka (sekitar 2-3 bulan), supplier rata-rata tidak memberi fasilitas bayar mundur, semua harus cash. Namun 3 atau 4 kali melakukan pemesanan pembelian secara rutin, hampir setiap pemasok bisa memberikan keringanan pembayaran antara 2 minggu sampai 2 bulan setelah barang diterima. Dengan demikian kita dapat menjual barang tanpa harus menyiapkan dana untuk membelinya.
Dari kondisi tersebut, saya mendapat gagasan bahwa untuk memiliki sebuah gerai ukuran sedang, misalnya toko barang kebutuhan sehari-hari dengan total nilai stok 500 juta, saya hanya cukup memiliki modal kurang dari 50 juta saja. Rinciannya, sebagian dipakai menyewa 1 kios di pasar secara bulanan dan modal awal menjalankannya sampai mendapat kepercayaan mendapat fasilitas barang mundur dari berbagai pemasok, sisanya untuk menyewa ruang di tempat yang representatif untuk toko utama, membeli sebagian barang yang memang hanya bisa diperoleh dengan cara beli putus dan cadangan biaya operasional untuk 2 bulan pertama. Sedangkan untuk operasional selanjutnya bisa diperoleh dari penjualan-penjualan. Ini memang tidak modal dengkul belaka, tetapi paling tidak tidak sebesar yang diperlukan secara normal.
Secara teknis, gagasan ini saya anggap sangat masuk akal dengan catatan kita disiplin dalam membayar setiap tagihan yang jatuh tempo, karena dua atau tiga kali cidera janji, pemasok biasanya tidak mau lagi member pinjaman. Karena itu, yang sangat penting adalah memformulasikan barang apa dan pada target omset berapa usaha tersebut dapat mengimbangi rencana-rencana pembayaran dan menguntungkan.
Adakah aspek-aspek vital lainnya yang terlewat sehingga tidak menimbulkan sandungan berarti setelah usaha itu berjalan? Atau anda ingin mencobanya? Jika bermitra dengan Indomaret atau Alfamart, setidaknya anda perlu modal 250 juta plus harus sudah punya  tempat yang  siap untuk memiliki sebuah gerai swalayan kecil.

1 komentar:

 
Back to top!