Sekitar 10
atau 15 tahun yang lalu, saya pernah membolak-balik buku “Modal
Dengkul” yang entah karangan siapa. Saya tidak begitu peduli dengan nama
pengarangnya, tetapi sangat serius dalam berupaya memahami
gagasan-gagasannya untuk membangun usaha tanpa modal kerja alias Modal
Dengkul.
Salah satu bisnis yang ia deskripsikan adalah
menjadi pedagang eceran skala besar, yaitu dengan menyewa sebuah ruang
representatif dengan cara pembayaran di belakang dan barang yang
dijualnya berupa barang-barang konsinyasi. Untuk merintis bisnis itu ia
juga menyampaikan bahwa mendapat tempat yang bias dibayar belakangan dan
mengumpulkan barang-barang konsinyasi bukanlah persoalan yang mudah,
selain perlu style yang meyakinkan, juga perlu kerja keras dan pantang menyerah dalam menjalin rekanan.
Saya kemudian mempraktekannya dengan mencoba jadi
pemasok sebuah toko pakaian di Cihampelas Bandung. Toko dan daerahnya
saya nilai representatif karena Cihampelas adalah salah satu daerah
tujuan wisata yang sangat diminati di Kota Bandung. Sebagai pemasokpun
saya tidak membeli barang sendiri, tetapi mengumpulkan barang dari
beberapa supplier kecil yang tidak memiliki akses ke toko besar atau
barang-barang SL dari perusahaan besar. Dengan gaji SPG dibayar
berdasarkan hasil transaksi, maka praktis saya juga berhasil membangun
usaha tanpa modal.
Rincian kasar rata-ratanya, saya menjualkan barang milik supplier dengan fee 40%, membayar toko 20% dan SPG
5% dari nilai transaksi. Maka saya mendapat keuntungan kotor 15% tanpa
keluar modal. Namun keuntungan 15% itu ternyata terlalu kecil
dibandingkan dengan biaya operasional saya yang harus kesana-kemari
mencari barang dan mengunjungi toko untuk menyemangati tenaga penjual
saya.
Berdasar situasi itu, saya mengetahui bahwa yang
harus saya lakukan adalah meningkatkan omset dengan menambah variasi
barang yang akan dijual. Namun pada akhirnya saya menutup toko itu
setelah 6 bulan operasi, karena pekerjaan utama saya pindah ke Jakarta.
Pelajaran yang dapat saya petik dari pengalaman itu adalah “usaha modal
dengkul memang mungkin dilakukan tetapi tidak benar-benar tanpa biaya
dan harus bermodal memiliki relasi”.
Pada perjalanan selanjutnya, saya mempelajari
sistem perdagangan di pasar tradisional melalui salah satu kios milik
salah seorang kawan di pasar. Pada awal-awal toko dibuka (sekitar 2-3 bulan), supplier rata-rata tidak memberi fasilitas bayar mundur, semua harus cash.
Namun 3 atau 4 kali melakukan pemesanan pembelian secara rutin, hampir
setiap pemasok bisa memberikan keringanan pembayaran antara 2 minggu
sampai 2 bulan setelah barang diterima. Dengan demikian kita dapat
menjual barang tanpa harus menyiapkan dana untuk membelinya.
Dari kondisi tersebut, saya mendapat gagasan bahwa
untuk memiliki sebuah gerai ukuran sedang, misalnya toko barang
kebutuhan sehari-hari dengan total nilai stok 500 juta, saya hanya cukup
memiliki modal kurang dari 50 juta saja. Rinciannya, sebagian dipakai
menyewa 1 kios di pasar secara bulanan dan
modal awal menjalankannya sampai mendapat kepercayaan mendapat
fasilitas barang mundur dari berbagai pemasok, sisanya untuk menyewa
ruang di tempat yang representatif untuk toko utama, membeli
sebagian barang yang memang hanya bisa diperoleh dengan cara beli putus
dan cadangan biaya operasional untuk 2 bulan pertama. Sedangkan untuk operasional selanjutnya bisa diperoleh dari penjualan-penjualan. Ini memang tidak modal dengkul belaka, tetapi paling tidak tidak sebesar yang diperlukan secara normal.
Secara teknis, gagasan ini saya anggap sangat masuk
akal dengan catatan kita disiplin dalam membayar setiap tagihan yang
jatuh tempo, karena dua atau tiga kali cidera janji, pemasok biasanya
tidak mau lagi member pinjaman. Karena itu, yang sangat penting adalah
memformulasikan barang apa dan pada target omset berapa usaha tersebut
dapat mengimbangi rencana-rencana pembayaran dan menguntungkan.
Adakah aspek-aspek vital lainnya yang terlewat
sehingga tidak menimbulkan sandungan berarti setelah usaha itu berjalan?
Atau anda ingin mencobanya? Jika bermitra dengan Indomaret atau
Alfamart, setidaknya anda perlu modal 250 juta plus harus sudah punya tempat yang siap untuk memiliki sebuah gerai swalayan kecil.
thx ilmunya gan
BalasHapus